Okeh, bertemu lagi dengan saya @newluqmannezia (akun cadangan dari @luqmannezia) bentar bentar… kok malah jadi promosi twitter sih?? :rollface: Saya terinspirasi nulis blog lagi setelah baca terus update komentar dari thread kaskus ini sejak lama. As we know, UN atau Ujian Nasional selalu menjadi momok menakutkan bagi sebagian besar para murid yang masih duduk di bangku sekolah, mulai dari SMA/K, SMP, bahkan hingga SD sekalipun (kok TK enggak? Memangnya TK ada UN apa? :p) yang selalu menuai banyak kontra dan pro setiap tahunnya. Banyak yang mengeluhkan tentang UN, bahkan ada yang bilang “buat apa sih UN? Negara maju aja ga ada tuh UN”. Atau bilang kayak gini “UN?? Huff banget deh. Sekolah 3 tahun nasibnya ditentuin cuma dalam waktu 3 hari (itu jamanku, kalo jaman sekarang mungkin udah 4 hari ya?)” Well well, saya memang geleng-geleng kepala kalo melihat sistem pendidikan di negeri yang katanya tanah surga ini, tongkat dan kayu bisa jadi tanaman *nyanyi lagunya Koes Ploes*. Terlalu banyak konspirasi disana-sini, bahkan yang terbaru yang bisa mencerminkan seperti apa keadilan di Indonesia itu, ya ini: anaknya seorang menteri, menghilangkan nyawa 2 orang, CUMA DIHUKUM 5-6 BULAN PENJARA. WTH?? Padahal bocah nyolong sandal polisi “terhormat”, wong cilik terpaksa ngambil hasil kebun tetangga karena kelaparan, dihukumnya LEBIH BERAT, bisa bertahun-tahun penjara. Miris gak?? MIRISS!! Koruptor, penjaranya mewah. Ada ACnya, ada tempat buat karaoke. Biadalaa… udah ngrikiti duit rakyat, penjaranya kayak hotel bintang lima. Di sini tu seakan-akan slogannya “Ada duit, abang ku sayang. Gak ada duit, abang ku tendang” *ambil tisu terus buang ingus* Yakin deh kalo Indonesia ini adalah Arab, pasti anak menteri itu udah dihukum yang “sesuai”. (maaf OOT dikit)
Kembali ke laptop…oke, bicara tentang sistem pendidikan di Indonesia, tentang adanya UN sebagai penentu kelulusan siswa . Kalo kita membandingkan negara kita dengan negara yang sudah maju, katakanlah Finlandia yang digadang-gadang sebagai salah satu surga pendidikan di bumi ini, sangat jauh letak perbedaan kualitasnya. Disana, tidak ada yang namanya UN, bahkan anak-anak tidak dijejali bermacam-macam mata pelajaran seperti halnya disini. Anak-anak bebas menentukan mau belajar apa yang disukainya, dan diujikan sesuai permintaannya. Sehingga anak tidak akan tertekan karena mereka akan belajar sesuai dengan keinginan mereka apa yang ingin dipelajari. Minat dan bakatnya sudah digali sejak dini. Kalo disini?? Apa-apa dipelajari. Anak-anak “dipaksa” untuk menelan semua yang diajarkan oleh gurunya. Terutama pas waktu kelas 1 SMA. Kalo ibarat kita itu naik gunung, mungkin ini adalah “puncak” pendakian siswa. Mata pelajarannya sangat banyak, bisa lebih dari 12. IPA dan IPS suruh dilahap semua. Padahal kita tahu, setiap manusia dilahirkan dengan kelebihan yang berbeda-beda. Ada yang kuat dalam hitungan tapi lemah dalam hapalan. Ada yang sebaliknya. Nah ketika udah penjurusan ke kelas 2, kita mulai turun nih dari gunung tadi. Kan disuruh milih tuh antara IPA sama IPS. Misalkan saya milih IPA. Buat apa belajar IPS selama setahun dengan susah payah?? Setelah itu, “ujian sebenarnya” ada disini. Ya, UN. UN ini ibarat tebing terjal dan curam untuk dituruni. Kepleset sedikit aja, jatuh ke jurang. Putus asa dan stress berkepanjangan. Bagi mereka yang sangat berhati-hati, pasti selamat sampai tujuan. Pulang dengan membawa kemenangan dan kebanggaan. Orang tua pun senang. :)
Sebuah kebijakan pasti menuai pro dan kontra di dalam pelaksanaannya, tak terkecuali UN. Seperti yang dijabarkan di atas tadi, saya kadang juga berpikiran sempit seperti itu. “Buat apa belajar sesuatu yang tidak akan berguna buat ke depannya?” Saya kadang mikir, kenapa to kok harus belajar sejarah, ngapalin peristiwa yang udah terjadi, paling-paling yang paling saya inget tu Perang Diponegoro yang terjadi saat habis maghrib (18.25-18.30) :rollface again: kenapa to kok harus belajar sosiologi, ekonomi, bla bla bla padahal saya kan masuk IPA, ngapalin rumus F = m x a, HCl + NaOH = NaCl + H2O, integral differensial logaritma hffzxcvbnmlkjhgfdsqwrt …… Guys, kalo kalian melihat dengan pikiran positif, dari sisi malaikat (ceileh), semua itu ternyata ada hikmahnya! Disini saya bukannya sangat pro dengan sistem pendidikan di negara kita, bukan, bukan seperti itu. Saya hanya berbicara sesuai dengan yang bisa saya petik dan terapkan dalam kehidupan saya. Ga ada sama sekali yang namanya belajar itu adalah sebuah kesalahan. Kita bisa belajar darimana saja, bahkan kita itu paling bisa belajar dari kesalahan! Semua yang diajarin tu sebenarnya ada gunanya! Sosiologi, kita bisa tahu gimana caranya bergaul di kehidupan sosial masyarakat. Ekonomi, kita bisa melek dengan harga barang, uang, pasar, dll. Sejarah, kita bisa tahu jaman penjajahan dulu sulitnya minta ampun, belajar harus sembunyi-sembunyi, kita jadi bisa menghargai jasa para pahlawan dengan cara belajar sungguh-sungguh dengan rasa aman tanpa takut di-dor sama penjajah. Kebetulan, sehabis lulus SMA terus nglanjutin kuliah saya malah belajar tentang akuntansi, menghitung duit padahal ga ada duitnya :rollface rollface:, ekonomi banget lah. Padahal saya dari jurusan IPA. Nah loh. Apa saya nyesel belajar fisika, kimia, biologi sampe rambut saya kriting kayak defender Chelsea, David Luiz ini?? B) Not at all. Sambil kuliah, saya bisa nyambi ngelesi anak-anak SMA buat nyiapin UN, untungnya jurusannya IPA juga, dan masih terasa “bekas-bekas” ke-IPA-an saya waktu itu, bahkan hingga sampai saat saya menulis blog ini. Pemerintah maksudnya baik, kita dikasih dasarannya dulu semua (kelas 1), baru setelah itu suruh milih apa yang kita sukai (kelas 2-3). Namun, caranya yang dianggap kurang pas, terlalu menyiksa. Terus timbul wacana hapuskan UN! Hapuskan UN! Turunkan harga! #loh dan sebagainya. Dari tahun ke tahun, UN selalu mengalami perubahan baik dari model maupun kualitasnya. Jaman saya dulu, hanya ada 2 tipe soal UN (ganjil genep). Ini maksudnya biar siswa itu tidak bisa nyontek di depan belakang sama samping kiri kanannya. Tapi ya kita juga salah sih, masih bisa aja memanfaatkan kecolongan sistem ini. Kan cuma ganjil genep, berarti bisa kerja sama dengan teman serong (eh, ini maksudnya bukan selingkuhan lho ya) Terus, diubah lagi sampe ada 5 tipe soal per kelas. Nah dicari-cari lagi bolongnya, ah masih ada kok temen yang sama tipe soalnya dalam sekelas. Gimana bisa nyonteknya? Ah, kan sekarang ada hp. Bisa disilent juga. Kalo yang cewek makin ahli nih caranya, bisa diselipkan ke dalam roknya terus dikempit pake kaki (heh ini bukan buat ditiru lho ya, saya hanya menahan ketawa pas liat temen saya menerapkan metode ini saat UN dulu :3) Hingga sampai pada tahun ini, 2013, yang direncanakan akan menggunakan 20 jenis tipe soal yang berbeda-beda dalam satu kelas. Timbul kontra lagi, ah ini pemerintah ga percaya sama siswa, pemerintah bla bla bla mbeeek hog hog keong keong webek webek *jadi kayak kebun binatang*, banyak deh macam-macam kontranya. Lho, ini tu sebenernya maksud dan tujuannya baik, biar mengurangi kesempatan berbuat curang. Biar kelihatan mana siswa yang bener-bener berusaha sungguh-sungguh dalam belajar, mana siswa yang tidak serius belajarnya. Bagi mereka yang udah bener-bener siap, mau dibikin 100 sampai 1000 tipe soal pun ga masalah kok. Ah, TS sok nih, gak kasihan apa kalo ada yang gak lulus?? Gak setia kawan dong berarti?? Lho ya gak gitu juga. Saya akui, dulu saya juga pernah berbuat curang tapi itu pas ujicobanya (masih try out). Saat hari pelaksanaannya, saya ga pernah memberi atau menerima jawaban dari temen lain. Saya tentu pengen semuanya lulus, tapi lulus dengan cara yang benar. Dari usaha sendiri. Jerih payah sendiri. FYI, di kampus saya, kalo ketahuan sedikit saja menyontek jawaban dari temen lain dan temen itu ngasih jawabannya, maka tanpa ampun lagi yang meminta jawaban dan yang memberikan jawaban LANGSUNG DIKELUARKAN DARI KAMPUS alias DROP OUT kedua-duanya! (Nah, masih ada yang nganggep kalo kampus saya itu sarangnya koruptor, pencetak koruptor? Nyebur ke laut aja deh, lu!)
Wajah serius saat mengerjakan soal (atau karena ga mau difoto? :p) |
Capek ya ngetik
panjang lebar, sampe sampe ga hanya rambut saya yang keriting, tapi jari
tangan juga ikut keriting :3 Di sini, saya tidak pro 100% sama pemerintah, tapi juga tidak
kontra 100% sama pemerintah. 50:50 lah, saya dulu juga pernah SMA. Ga mungkin
saya lahir langsung lulus kuliah seperti ini. Saya sudah merasakan manis
pahitnya masa-masa SMA, mikir try out – ujian – try out – ujian, belum lagi
nyari kuliahan. Buat adik-adik yang menabuh genderang perang mulai tanggal 15
April nanti (SMA/K), 22 April (SMP), dan 29 April (SD), selamat berjuang ya! Gak ada gunanya mengeluh
terus-terusan apalagi mikirin sistem pendidikan di negeri tercinta kita ini.
Kalo ga tahan ya silahkan pindah keluar negeri aja sono! Kalian tu pemuda (saya
juga pemuda ding, kan masih muda :3), agent
of change, belajarlah dengan sungguh-sungguh dulu. Kalo mau memperbaiki
sistem pendidikan di Indonesia, belum saatnya. Era reformasi 1998 dianggap
sebagai keberhasilan pemuda dalam meruntuhkan kekuasaan diktator di Indonesia. Kalian
bisa berperan seperti pemuda itu tanpa harus bertindak anarkis. Carilah ilmu
sebanyak-banyaknya dulu. Inget, gak ada yang namanya belajar itu adalah sebuah
kesalahan. Suatu saat pasti akan ada gunanya. Kalo kalian bener-bener sudah
sukses, berkaryalah yang berguna buat bangsa ini. Kalo karya kalian dianggap
mampu berkontribusi besar buat negara ini, pasti kalian akan dilirik oleh
petinggi negara, tidak terkecuali presiden. Bisa aja kalian jadi Menteri
Pendidikan to? Nah kalo udah menempati posisi yang sesuai dengan kewenangannya,
baru deh kalian ubah kalo misalnya kalian ingin UN dihapuskan, monggo silahkan
karena kalian sudah punya wewenang untuk itu. Kalo saat ini, kalian masih
lemah, belum ada apa-apanya. Salah-salah bukannya membawa bangsa menjadi lebih
baik, malah menjatuhkan diri sendiri. Belajar sungguh-sungguh diiringi dengan doa.
Memang berat, saya dulu juga merasakan hal yang sama. Jaga kesehatan, jangan
sampai stress terus lupa makan terus sakit. Memang beginilah UN. Kalian belajar
3 tahun, nasibnya ditentuin dalam waktu 3 hari (oke kali ini 4 hari). Mirip
sebuah turnamen dengan fase knock out.
Contohnya, pada pertandingan sepak bola. Pasti gak bakal banyak yang mengira
kalo Chelsea bisa mengalahkan Barcelona dan Bayern Munich hingga mengangkat
trofi Liga Champions. Barcelona yang menguasai permainan sepanjang kedua leg
dengan ball possession rata-rata
lebih dari 60%, harus gugur oleh Chelsea yang permainannya saat itu menuai
banyak kecaman oleh penggila sepak bola indah sampai-sampai dijuluki dengan
taktik “terminal bis”, banyak memarkir pemain di depan gawang. Bayern Munich
juga sama nasibnya seperti Barcelona, tapi lebih tragis. Unggul 1-0 sampai
waktu tinggal menyisakan kurang dari 5 menit peluit tanda pertandingan selesai
ditiup wasit, Chelsea berhasil menyamakan skor lagi menjadi 1-1 dan menang di
adu pinalti. Kadang kala, sebuah proses akan terasa sia-sia jika hasilnya tidak
sesuai dengan kenyataan. Tidak adil. Mirip seperti UN ini. UN dirasa tidak adil
karena proses selama 3 tahun harus ditentukan dalam waktu 3 hari. Jadi, apa
yang harus kalian lakukan? Tidak ada kecuali berusaha dan berdoa! Hanya itu. Belajar
sungguh-sungguh dan berdoa yang maksimal semoga beruntung. Usaha yang keras
tidak akan mengkhianati, kok. Apa? Ga mengkhianati? Lha itu contoh Barcelona
dan Bayern Munich, bukankah itu ga adil? Itu hanya keberuntungan Chelsea saja. Inget
slogan wong pinter kalah karo wong bejan
–orang pintar kalah dengan orang beruntung– ? Kalo kalian udah usaha keras tapi gagal,
mungkin kalian cuma kurang beruntung. Atau bisa juga kalian lengah, lupa
berdoa. Makanya, harus balance antara
berusaha dan berdoa. Biasanya sekolah-sekolah mengadakan doa bersama kok menjelang
digelarnya UN. Suasana penuh haru dan ketegangan akan semakin terasa saat
berdoa ketika mengingat momen-momen yang selama ini telah dilalui bersama dengan
temen-temen yang lain. Nangis deh semuanya. Kalian akan menyemangati satu sama lainnya. Pasti itu.
Banyak yang nangis saat doa bersama, terutama cewek |
Eits, cowok juga ada lho yang nangis |
Selesai doa bersama, berpelukan deh kayak Teletubbies. Kesempatan nih buat yang cowok :p |
Percayalah, Allah
tidak akan memberikan ujian yang melebihi kemampuan hamba-Nya. Seperti lagunya
Ari Lasso, “badaaii, pasti berlaluuuu…” Allah berfirman dalam Al Qur’an Surat
Al Insyirah ayat 6 yang artinya: Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada
kemudahan. Setelah kalian melewati bukit terjal nan curam, kalian pasti akan
merasakan kelegaan di tempat yang landai. Jadi, persiapkan dengan matang dan
sungguh-sungguh. Belajar yang serius dan jangan lupa berdoa. Selamat berjuang,
semoga sukses! :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar